Hargotirto | 20/12/2019
[KBR|Warita Desa] Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) menyebut potensi budidaya lobster di Indonesia sangat besar, apabila dijalankan secara benar.
Ketua Hipilindo, Effendy Wong menegaskan, jika menilik panjangnya garis pantai di tanah air maka budidaya lobster di Indonesia semestinya bisa unggul hingga 10 kali lipat dari Vietnam.
Menurutnya, daerah di Indonesia bagian timur dan Sumatera bagian barat, sangat potensial menjadi lokasi budidaya benih dan lobster.
"Indonesia kan masih luas, Kalimantan, Sulawesi, daerah Indonesia Timur, Sumatera bagian barat, kita masih punya potensi banyak, seperti di Lampung, pulau seribu, kalau itu dibagi rata dan teknik budidaya ini bisa kita tularkan kepada seluruh wilayah Indonesia, satu juta (serapan) tidak ada artinya. Menurut saya, sebenarnya lahan kita daya serapnya (panen lobster) sepuluh kali lebih besar dari Vietnam. karena luas wilayah kita sangat luas. Kita punya luas sepuluh kali garis pantai dari Vietnam, 95 ribu kilometer sedangkan vietnam hanya 9 ribu kilometer," ucap Effendy Wong seusai Acara FGD Bertajuk Potensi Budidaya Lobster di Indonesia di Kementerian KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (19/12/2019).
Effendy menjelaskan metode restocking lobster bisa dijalankan sebagai salah satu cara pembudidayaan yang efektif.
Restocking adalah salah satu upaya penambahan stock lobster tangkapan untuk ditebarkan di perairan umum, pada perairan yang dianggap telah mengalami penurunan stock akibat tingkat pemanfaatan yang berlebihan.
Mengenai harga, Kata Effendy, lobster mutiara dijual lebih dari 1 juta per kilogram, sementara lobster pasir berkisar 400 ribuan.
"Lobster mutiara itu 1,2 juta sampai 1,4 juta rupiah per kilo. kalau yang lobster pasir antara 300 sampai 400 ribu rupiah. karena kualitas sudah bisa kita sesuaikan seperti tangkapan alam, yang selama ini dikeluhkan oleh pembudidaya seperti di Lombok, karena mereka budidaya di kedalaman 6 sampai 7 meter, sehingga dangkal dan kemudian hasil budidaya tidak terlalu segar. Karena mereka tidak menggunakan es, usaha mereka menggunakan garam pengawet. Itu kelemahannya," ujar Effendy Wong.
"Serap lobster tiap tahun meningkat, pasar lokal kita harus kita galakkan. Kita harapkan dengan budidaya ini bisa menjadikan Indonesia sebagai tempat kunjungan wisata," pungkasnya.
Baca Juga : Tahun 2019,Korupsi Paling Banyak Terjadi di Pemerintah Pusat
Masih Dikaji
Polemik jual beli lobster menjadi kontroversi setelah Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo mewacanakan membuka pasar ekspor lobster ke sejumlah negara.
Edhy berdalih ekspor benih dilakukan untuk memperjuangkan keberlanjutan nelayan dan keberlanjutan alam.
Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebut rencana kebijakan ekspor benih lobster tengah dalam tahap pengkajian.
Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto memastikan rencana beleid itu belum tentu akan diterapkan meski wacananya sudah merebak ke publik.
"Ekspor lobster, khususnya benih, ini kan belum kembali dibuka. Karena peraturan menteri (permen) ini kan belum jadi (selesai dibahas), sementara ini masih menggunakan permen yang lama ya. Jadi ini saya tidak mengatakan ekspor benih (lobster) dibuka ya. Karena kita masih tataran menampung semua usulan, masukan ya, untuk ke depan mana yang lebih baik," kata Slamet usai membukan Pertemuan Terminal Workshop Under the Project di Hotel Sari Pasific, Jakarta, Kamis (19/12/2019).
Oleh : Rezky Novianto, Wahyu Setiawan
Editor: Ardhi Rosyadi