[KBR|Warita Desa] Lembaga Swadaya Masyarakat Sawit Watch menilai komitmen pemerintah dalam menindak korporasi pelaku kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih rendah.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Inda Fatinaware mengatakan penindakan yang dilakukan oleh pemerintah hanya sebatas formalitas.
"Misalnya ketika Presiden Jokowi datang atau pejabat datang itu disegel, tapi setelah itu pemerintah daerah membuka lagi segelnya," kata Inda Fatinaware pada KBR, Kamis (19/9/2019).
Inda mengatakan permasalahan karhutla bukan hanya soal korporasi yang nakal. Namun juga soal pengelolaan lahan gambut.
Menurutnya, lahan gambut yang seharusnya selalu basah malah dikeringkan untuk lahan pertanian sawit.
Ia juga menilai Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) gagal dalam menangani karhutla.
"Semestinya kalau ada penindakan penegakan hukum itu kan tidak terjadi lagi ya pembakaran ini, karena ini kan bukan hanya lima tahun terakhir, tetapi sudah terjadi dari tahun 1997 dan berulang sampai sekarang," pungkasnya.
Guru Besar Bidang Perlindungan Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero mengaku belum dapat mengapresiasi penetapan tersangka terkait karhutla oleh Polri maupun KLHK.
Ia beralasan, proses penetapan tersangka harus melalui penyelidikan berdasarkan verifikasi dari pakar yang telah memperoleh bukti cukup terkait karhutla.
Menurutnya pembakaran hutan dan lahan merupakan kejahatan luar biasa, serta tidak ada pasal dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah yang membenarkan pembukaan lahan dengan pembakaran.
"Karhutla ini kejahatan terorganisasi, extraordinary crime maka penetapan tersangka harus didasari verifikasi seorang ahli," ucap Bambang kepada KBR, Kamis, (19/9/2019).
Bambang juga mengharapkan agar pemerintah tidak terburu-buru dalam proses penegakan hukum kepada pihak yang diduga terkait karhutla.
Sebab pada 2015 lalu, ada sekitar 15 korporasi yang proses hukumnya diberhentikan atau SP3 sebab tidak memiliki bukti yang kuat.
Bambang berharap agar tersangka karhutla dapat dijerat dengan pasal Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Menurutnya beberapa tersangka karhutla di Kalimantan Tengah hanya divonis melanggar peraturan daerah, bukan UU Lingkungan Hidup. Sehingga tidak menimbulkan efek jera, karena pelaku hanya dijerat sanksi pidana penjara tiga hingga lima bulan.
Ia mendorong agar pemerintah menegakan hukum, tanpa takut akan mengganggu kestabilan ekonomi maupun iklim investasi.
Oleh : Valda Kustarini, Muthia Kusuma
Editor :