.jpeg)
Hargotirto (20/08/2025) – Warga Padukuhan Teganing yang terdiri dari Teganing 1, Teganing 2, dan Teganing 3 kembali melaksanakan tradisi tahunan Saparan yang digelar setiap Rabu terakhir di bulan Sapar. Tahun ini, kegiatan dipusatkan di kawasan Sebatur, Padukuhan Teganing 2, dengan rangkaian acara yang berlangsung khidmat dan meriah.
Kegiatan Saparan dihadiri oleh Wakil Bupati Kulon Progo, (Bapak Ambar Purwoko, Panewu Kapanewon Kokap (Ibu Marsi), perwakilan Dinas Kundho Kabudayan Bapak Sumadi, Lurah Hargotirto (Bapak Tukiyo), dukuh dari ketiga padukuhan Teganing, serta warga masyarakat Padukuhan Teganing
Rangkaian Acara
Pelaksanaan Sapar dimulai pada 19 Agustus 2025 dengan kegiatan bersih makam di Makam Teganing 2. Pada keesokan harinya, Rabu (20/8), acara dilanjutkan dengan penyembelihan kambing jantan hasil swadaya masyarakat sebagai bentuk ungkapan syukur.
Sekitar pukul 10.00 WIB, warga melaksanakan Kirab Gunungan dari daerah Krajan menuju Sebatur. Suasana semakin semarak dengan arak-arakan yang diikuti oleh warga setempat. Setelah itu, acara berlanjut dengan kenduri bersama di area Sebatur.
Sambutan dan Sejarah Sebatur
Acara resmi dibuka dengan sambutan dari Wakil Bupati Kulon Progo dan Panewu Kokap yang mengapresiasi kekompakan masyarakat dalam menjaga tradisi budaya.
Selanjutnya disampaikan pula sejarah singkat mengenai Sebatur. Dikisahkan bahwa pada sekitar tahun 1600 M, seorang wali bernama Sunan Geseng, murid Sunan Kalijaga, datang ke wilayah Teganing untuk menyebarkan ajaran Islam. Beliau berkeinginan mendirikan pondok pesantren, namun belum sempat terwujud karena harus kembali kepada gurunya. Saat itu, kawasan ini masih berupa batuan dan belum selesai mebuka lahan (belum selesai di batur) sehingga dinamakan Sebatur.
Penutup
Acara Sapar diakhiri dengan makan bersama sebagai simbol kebersamaan, kerukunan, serta rasa syukur warga.
Tradisi Saparan di Padukuhan Teganing bukan sekadar ritual tahunan, namun juga menjadi sarana pelestarian budaya sekaligus mempererat persaudaraan antarwarga. Dengan semangat gotong royong, masyarakat berharap tradisi luhur ini akan terus lestari dan menjadi warisan berharga bagi generasi mendatang.
Ditulis oleh: Annisa WH

