Nuning Suryatiningsih⊃1;
[Opini |Warita Desa]
Pendahuluan
Hari Disabilitas Internasional atau International Day of Persons with Disabili!ties, yang diperingati dan dirayakan pada tanggal 3 Desember setiap tahunnya. Dalam penyelenggaraan Peringatan Hari Disabilitas Internasional tersebut sudahkah mempertimbangkan peran-peran dan partisipasi Penyandang disabilitas sebagai warga yang mempunyai banyak kepentingan.
Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Disabilitas Internasional pada tahun 1992. Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penyandang disabilitas, menghilangkan stigma terhadap penyandang disabilitas, memberikan dukungan untuk meningkatkan kemampuan serta kesejahteraan penyandang disabilitas. Kalau melihat dari tujuan diatas, mestinya setiap saat Hari Disabilitas Internasional baik pemerintah maupun komponen masyarakat yang lain dapat melakukan evaluasi, sebagai tolok ukur dengan diundangkannya berbagai kebijakan yang ramah terhadap penyandang disabilitas, sudahkah Penyandang Disabilitas menerima Hak asasinya seperti warga Negara yang lain ?
Mengapa hal ini harus kita pertegas, karena PBB juga menginginkan agar penyandang disabilitas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat (inklusif), dan penyandang disabilitas bukan merupakan kelompok yang menjadi beban bagi masyarakat.
Data PBB menyebut, penyandang disabilitas mengalami kesehatan yang lebih buruk, prestasi yang lebih rendah, peluang ekonomi lebih sedikit, dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibanding orang-orang tanpa disabilitas. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh banyaknya hambatan yang dihadapi dan kurangnya layanan yang tersedia bagi penyandang disabilitas seperti teknologi informasi dan transportasi. Kendala-kendala ini sebenarnya bisa diatasi dengan menyediakan kebijakan, lingkungan fisik, dan sikap sosial yang anti diskriminasi. Orang dengan disabilitas berhak mendapatkan pelayanan yang setara dengan orang-orang lainnya.
Terlepas dari apa yang sudah menjadi pembahasan secara global tentang penyandang disabilitas, berbagai Negara mempunyai komitmen masing-masing dan Negara Indonesia yang telah meratifikasi konvensi ini melalui Undang-Undang nomor 19 tahun 2011. Pemerintah Indonesia juga telah menekankan bahwa Negara akan hadir menegakkan hak-hak penyandang disabilitas. Meskipun belum sempurna, tapi sejumlah upaya telah, sedang dan akan dilakukan untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak penyandang disabilitas. Pemerintah juga sudah mengganti paradigma penyandang disabilitas sebagai kelompok yang memerlukan bantuan, tetap menjadikan penyandang disabilitas sebagai mitra dan unsur yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat.
Dalam rangka peringatan Hari Disabilitas Internasional pada 3 Desember 2019 secara nasional Pemerintah Indonesia mengusung tema “Indonesia Inklusi, Disabilitas Unggul”. Untuk mewujudkan tema itu, pemerintah mestinya sudah melakukan penyusunan dan peluncuran Peta Jalan Sistem Layanan yang Inklusif bagi Penyandang Disabilitas 2020-2024. Peta jalan ini menjadi rujukan kebijakan dan program bagi pemangku kepentingan untuk berbagai bidang baik di tingkat pusat maupun daerah. Tujuannya, mewujudkan sistem dan layanan yang aksesibel, menyeluruh, terjangkau, berkualitas, menghargai martabat, serta memberdayakan penyandang disabilitas.
Baca Juga : Menyiapkan Anak dengan Down Syndrome untuk Mandiri |
Aksesibilitas
Presiden JokoWidodo menyatakan bakal mendorong peningkatan fasilitas ramah untuk penyandang disabilitas di masa mendatang. Menurutnya, seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia harus menjadi ramah terhadap penyandang disabilitas. "Kami ingin dorong semua provinsi, kota, dan kabupaten juga ramah terhadap penyandang disabilitas.
Ketika bicara Hak asasi Manusia, pelayanan yang ada sudah semestinya tidak dipengaruhi jumlah besar atau kecilnya pengguna layanan. Para penyandang disabilitas juga merupakan warga negara Republik Indonesia yang dalam Undang-Undang Dasar 1945 dijamin untuk memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama dengan warga neg
Adjie HW, [03.12.19 11:16]
ara lainnya. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu
Pemerintah hendaknya memberikan perhatian yang cukup kepada para penyandang disabilitas tersebut. Termasuk dalam hal aksesibilitas pelayanan publik. Kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya, minimnya sarana pelayanan sosial dan kesehatan serta pelayanan lainnya yang dibutuhkan oleh para penyandang disabilitas, termasuk aksesibilitas terhadap pelayanan umum yang dapat mempermudah kehidupan penyandang disabilitas dimana sebagian besar hambatan aksesibilitas tersebut berupa hambatan arsitektural, membuat penyandang disabilitas kehilangan haknya dalam mendapatkan pelayanan yang baik.
Salah satu fasilitas umum untuk disabilitas yang sering ditemui di Daerah Istimewa Yogyakarta ialah guiding block, atau ubin atau jalur pemandu dengan ulir berwarna kuning yang disusun sejajar demi menunjukkan arah bagi disabilitas netra. Tetapi di beberapa kawasan, seperti di beberapa Trotoar di beberapa Kabupaten/ kota di DIY, banyak guiding block yang dibangun seadanya. Bahkan ada yang terhalang oleh pohon atau tiang listrik. Tak hanya itu saja, faktor kurangnya informasi cara membantu menyebabkan tindakan abai terhadap disabilitas netra yang sebenarnya sedang butuh dibantu, " disabilitas netra itu sebenarnya jauh lebih sensitif perasaannya. Mereka sering sedih kalau tahu di sekitarnya ada orang, tapi dicuekin saat sedang kesusahan. Contohnya saat mereka mau menyeberang, kadang orang-orang yang ada disekitarnya tidak mau membantu bahkan cuek dan tidak mau tahu, bahkan menghindar. Bahkan bisa jadi bahwa " orang-orang itu segan berkomunikasi, karena takut menyakiti perasaan penyandang disabilitas. Ini adalah perkara bagaimana cara berkomunikasi dan menghormati. "Kalau bicara yang harus dibenahi mungkin banyak, Tapi kami rasa itu bisa dilakukan dari hal-hal kecil, misalnya fasilitas umum yang ramah disabilitas dan menjadi teman yg baik untuk sahabat disabilitas".
Kondisi diatas, bagaimana dengan pelaksanaan dari Peraturan Daerah di Daerah Istimewa Istimewa Yogyakarta (DIY) nomor 4 tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, khususnya Bab III pasal 89 – 92 tentang Aksesibilitas. Dimana perwujudan aksesibilitas pada fasilitas umum ini harus diwujudkan sampai dengan 10 tahun dari saat berlakunya Peraturan Daerah ini. Perda DIY tersebut disahkan pada tahun 2012, dan Perda secara resmi diberlakukan 2 tahun setelah Perda disahkan. Dengan demikian, perwujudan “Aksesibilitas fisik maupun non fisik” di DIY harus diwujudkan paling lama sampai dengan tahun 2024 mendatang. Ketentuan ini sesuai pasal 96 ayat 2 Peraturan Daerah Daerah Istimewa Istimewa Yogyakarta (DIY) nomor 4 tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, bahwa Setiap SKPD dan SKPD Kabupaten/ Kota mengalokasikan anggaran untuk kegiatan dalam rangka perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
Tahun 2024 menjadi “pengingat” dan “membangkitkan inovasi Pemda dan masyarakat DIY” bahwa DIY sudah memiliki Peraturan daerah yang mendukung praktek – praktek baik dari perwujudan kota yang aksesibel dan inklusif di Indonesia dan bahkan bisa menjadi contoh baik di dunia. Kita tunggu 2024, apakah DIY benar adanya aksesibel untuk semua ?
SDGs, CRPD dan Undang-undang No. 8 Tahun 2016
Tujuan pembangunan (SDGs), yang hendak dicapai di 2030 merupakan panduan yang ditujukan bagi negara-negara anggotanya dalam satu kesatuan langkah untuk mencapai pembangunan yang mensejahterakan, berkeadilan, dalam konsep kesetaraan bedasarkan hak asasi manusia. Dengan 17 tujuan pembangunan dan 169 indikator, SDGs yang merupakan kelanjutan dari tujuan pembangunan millennium (MDGs), menjadi arahan bagi negara-negara dunia dalam menjalankan pembangunannya.
Mengusung prinsip leave no one behind, tujuan pembangunan global ini memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang tertinggal. Kelompok disabilitas merupakan kelompok yang selama ini masih jauh dari pembangunan. Oleh k
Adjie HW, [03.12.19 11:16]
arena itu, memastikan disabilitas perpartisipasi penuh dalam proses-proses pembangunan menjadi salah satu mandat pembangunan yang tengah dijalankan.
Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan memiliki kewajiban untuk memastikan hal ini. Dengan meratifikasi Konvensi Hak-hak Disabilitas (CRPD) pemerintah melaksanakan amanat penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak disabilitas. Ditambah dengan adanya Undang-Undang No. 8 tahun 2016 memberi arahan jelas bagaimana pemenuhan hak-hak disabilitas dilaksanakan di Indonesia.
Berangkat dari konsep-konsep tersebut, beberapa organisasi yang konsen terhadap penyandang disabilitas menjadi salah satu pendukung terciptanya pembangunan yang inklusif disabilitas. Sebagai lembaga non profit yang fokus pada advokasi kebijakan dan sistem layanan disabilitas, organisasi penyandang disabilitas mendukung penyebaran informasi mengenai SDGs, CRPD dan Undang-undang No. 8 tahun 2016 ke masyarakat di tingkat akar rumput.
CRPD merupakan perjanjian yang paling baru di antara delapan perjanjian inti yang lain dan menegaskan perubahan paradigma dalam memandang dan memperlakukan penyandang disabilitas. CRPD menggunakan perspektif hak asasi manusia dan menekankan pada pentingnya penghapusan hambatan-hambatan yang menghalangi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dalam kehidupan sosial, misalnya ketimpangan infrastruktur, adanya diskriminasi, dan labelisasi terhadap penyandang disabilitas.
"Nothing about us without us" makna kalimat tersebut lekat di telinga kita, yang sebentar lagi kita akan merayakan hari disabilitas internasional pada 3 Desember 2019, kami sebagai kelompok penyandang disabilitas hendaknya dapat dipertimbangkan peran, partisipasi penyandang disabilitas dalam berbagai sector, sehingga perjuangan yang tanpa lelah akan membuahkan hasil, kesempatan yang ada adalah sama untuk semua warga Negara tanpa kecuali.
Salam inklusi.
⊃1; Ketua Yayasan CIQAL
⊃2; CNN Indonesia 03/12/2018
⊃3; Jakarta CNN 2018