Secara garis besar dasar hukum pengelolaan tanah (kas) desa, berdasarkan hirarkhi peraturan perundang-undangan, didasarkan pada: Pertama, UU Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004, khususnya pada Pasal 212-216 ayat (1) tentang Keuangan Desa yang menyatakan bahwa Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Peraturan Pemerintah ini merupakan tindak lanjut dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. PP Nomor 72 Tahun 2005. PP ini menggantikan keberadaan PP Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UU Nomor 22 Tahun 1999 Pada Pasal 68 PP Nomor 72 Tahun 2005 tersebut menyatakan bahwa Sumber Pendapatan asli desa, terdiri a. dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Dstnya.. Selanjutnya dalam Pasal 69 lebih ditegaskan lagi bahwa kekayaan desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a menyebutkan: kekayaan desa terdiri atas, tanah kas desa, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola oleh desa, dan lain-lain kekayaan milik desa. Lebih lanjut dalam Pasal 106 ayat (2) PP tersebut memerintahkan kepada Menteri (Dalam Negeri) mengatur mengenai Pedoman Penetapan dan Penegasan Batas Desa, Administrasi Desa, Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Desa, Asosiasi/Paguyuban/Forum Komunikasi Badan Permusyawaratan Desa, dan Pemerintah Desa, serta tanah kas desa. Ketiga, Peratutan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa yang mulai berlaku pada tanggal 31 Januari 2007. Keempat, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 16 PMDN Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Tanah Kas Desa, maka seharusnya tata cara pengelolaan kekayaan desa diatur/dituangkan dalam produk hukum berbentuk Peraturan Bupati/Walikota. Khusus di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, regulasi tentang pengelolaan tanah kas desa dituangkan dalam produk hukum berbentuk Peraturan Gubernur DIY Nomor 11 Tahun 2008 yang mulai berlaku pada tanggal 6 Mei 2008 (Lembaran Daerah Provinsi DIY Tahun 2008 No. 12).
Baca Juga : Kesetaraan dalam Pendidikan |
Istilah Tanah Kas Desa
Jika kita telusuri secara seksama, dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pengelolaan tanah (kas) desa sebagaimana penulis telah uraikan di atas, maka diketemukan istilah “tanah kas desa”. Peraturan perundang-undangan tersebut menggunakan sebutan “tanah kas desa” sebagai bagian dari kekayaan desa yang berupa benda tidak begerak, yaitu tanah. Kekayaan desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) atau perolehan hak lainnya yang sah (Pasal 1 butir 9 PMDN Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa. Tanah kas desa merupakan bagian dari “tanah desa” yang penggunaan atau pemanfaatannya digunakan untuk pembiayaan kelangsungan pelaksanaan pemerintahan desa. Pengertian atau istilah tanah desa yang meliputi juga tanah kas desa, terdapat Pasal 6 ayat (2) Peraturan daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah Di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyebutkan bahwa Tanah Desa dipergunakan untuk: a. member nafkah kepada para petugas Kalurahan yang selanjutnya disebut tanah lungguh. B. memberi pengarem-arem (pension); c. Kas Desa; d. Kepentingan Umum. Penjelasan Pasal 6 ayat (2) sub 6 dari Perda tersebut: merupakan nafkah: 1. Bagi Bekel-bekel yang diberhentikan karena reorganisasi atau sejak jaman kebekelan; 2. Pamong-pamong yang diberhentikan karena gabungan/pembaruan Kalurahan; 3. Pamong-pamong yang diberhentikan menurut peraturan yang selekas mungkin akan diadakan. Sedangkan Tanah Desa yang digunakan untuk kepentingan umum antar lain berupa pembangunan jalan-jalan desa, penggembalaan hewan, kuburan umum (pemakaman), danau-danau, pasar desa, lapangan-lapangan, dll.
Sumber artikel: djitashhum.blogspot.com